Selasa, 02 November 2010 - , , , 0 komentar

Gak perlu IPK tinggi untuk Jadi Pengusaha!

 Hal yang sangat diinginkan oleh setiap mahasiswa normal adalah IPK yang cumlaude atau tinggi karena merupakan indikator (walaupun gak sepenuhnya benar) keberhasilan dari belajar mereka atau bisa dibilang cemerlang dalam hal akademik. Bangga punya IPK Cumlaude boleh dan sah-sah saja, tapi mesti ingat bahwasanya IPK yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang. Banyak sekali contoh di dunia nyata orang yang IPK-nya pas-pasan ato bahkan jongkok malah menjadi pengusaha yang notabene sukses banget. Nah jadi gak berlebihan klo ada statement "Gak perlu IPK tinggi untuk jadi pengusaha".

Biasanya orang yang pandai dalam hal akademis akan banyak berfikir dan banyak pertimbangan sebelum melangkah maju, sedangkan orang yang biasa-biasa saja akan memiliki keberanian lebih ato "nekad" dalam menjalani sesuatu. Memang tidak mudah untuk menjadi seorang pionir, tapi apakah selalunya kita akan menjadi follower saja? Seringkali terjadi salah kaprah dalam masyarakat kita bahwasanya kita sekolah untuk mendapatkan nilai yang tinggi ato ranking di kelas kita. Dan anak-anak yang biasa-biasa saja dianggap tidak memiliki masa depan secermelang mereka yang pintar. Sehingga tanpa kita sadari, kita berlomba-lomba untuk mencapai nilai tinggi (dengan berbagai cara, termasuk curang dalam ujian) demi terlihat "pandai" dimata orangtua, saudara maupun masyarakat. Untuk menjadi pengusaha yang sukses sebenarnya bukan nilai-nilai tinggi kita dalam hal akademis, meskipun tanpa dipungkiri ijasah kita menyumbang peranan sebesar 20% dalam kesuksesan kita. Yah, 20%. Selebihnya yang 80% adalah attitude , disiplin, tanggungjawab, dan kejujuran kita. Tapi jangan terus gak belajar karena toh gak diperlukan IPK ato nilai tinggi untuk jadi pengusaha kan? Bukan begitu, kita tetap harus mengusahakan yang terbaik dimanapun kapanpun. Saat kita bersekolah, maka kita harus belajar rajin. Ketika kita memulai usaha, kita harus bekerja keras. 

Kembali ke masalah kok bisa Prestasi Akademik hanya menyumbang 20% saja? Kalo gitu saya gak usah sekolah saja deh. Maksudnya 20% disini adalah "DP"-nya (bukan Dewi Persik lho!!) alias uang mukanya. Jadi yang 20% ibarat Kredit kendaraan ato rumah sebagai uang mukannya. Jadi kalo agan-agan sama sekali gak sekolah, berarti gak punya uang muka. Ilustrasinya seperti itu.

 Okelah cukup segitu aja dulu, capek ngetiknya. Ntar klo dah da software yang bisa langsung detect ke fikiranku, boleh lah diperpanjang-panjangkan tulisannya... (he..he..he....ketauan  malas ngetik!)
regards, yatik

0 komentar:

Posting Komentar