Sopan santun ternyata juga diperlukan dalam hubungan pernikahan. Kata kunci inilah yang mampu melanggengkan pernikahan. Betapapun Anda dan pasangan berbeda pendapat dan pandangan, namun jika tetap mengedepankan kesopanan dan kesantunan, rasanya perbedaan dua individu masih bisa dikompromikan.
John Gottman, PhD, profesor bidang psikologi dari University of Washington bersama penulis Nan Silver, menyebutkan sejumlah contoh pernikahan dan bagaimana agar pasangan bisa melewati konflik dalam rumah tangga.
Gottman menjelaskan saat humor tak lagi hadir dalam hubungan berpasangan dan kritik mendominasi, maka yang terjadi adalah komunikasi pasangan menikah menjadi terhambat. Sikap saling menghargai juga mulai menghilang, diikuti perasaan dan pikiran negatif pada diri pasangan.
Setiap pasangan umumnya pernah berada dalam situasi konflik yang terpicu dari pertengkaran kecil seharian. Namun bagaimana mengatasi konflik dan menjaga keutuhan hubungan, akan menentukan sesehat apa sebuah pernikahan. Seperti yang terjadi pada pasangan dengan berbagai karakter dan perbedaan usia berikut ini:
1. Suami-istri berusia 30 tahun, berasal dari keluarga minim komunikasi
Dengan latar belakang keluarga yang sama, pasangan ini membangun komunikasi lebih baik dan menjadikannya prioritas dalam hubungan. Pasangan ini tentu saja pernah mengalami pertengkaran, namun sebelum amarah meningkat, keduanya lebih memfokuskan masalah dengan masing-masing perbedaan yang memunculkan konflik. Artinya, untuk menghindari adu mulut, justru pasangan ini menghadapi perbedaan dengan membuat semacam konferensi untuk menjelaskan masing-masing perspektif dalam melihat suatu masalah. Akhirnya, pasangan tipe ini menghasilkan kompromi dan hubungan tetap terjaga harmonis.
2. Suami 40 tahun dan istri 25 tahun, sering bertengkar
Suami-istri ini mengaku frekuensi pertengkaran mereka lebih sering daripada rata-rata pasangan menikah. Kecenderungannya, pasangan ini seringkali saling menginterupsi, membela diri, dan tidak mendengarkan pendapat pasangan. Betapapun kisruhnya suasana namun akhirnya pasangan ini mampu mengambil suara yang sama. Caranya, mereka lebih sering bersama untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan. Artinya frekuensi pertengkaran masih lebih kecil dibandingkan suasana menyenangkan yang dibangun pasangan ini. Tipe pasangan menikah seperti ini toh tetap mampu menjaga hubungan tetap sehat.
3. Suami 29 tahun dan istri 27 tahun, memiliki waktu untuk diri sendiri
Pasangan ini menghargai waktu privat untuk diri sendiri. Meskipun sejak awal saling mengenal, keduanya merasa memiliki kegemaran dan banyak hal lain yang sama. Pasangan ini bisa dikatakan sangat kompak dalam segala hal. Namun, mereka pun menikmati dan menghargai privasi dan memberikan keleluasaan kepada pasangan untuk menikmati waktunya sendiri, tanpa perlu selamanya berduaan. Alhasil, keduanya merasa jarang bertengkar. Jikapun mengalami pertengkaran, keduanya memutuskan untuk menenangkan diri dengan melakukan aktivitas masing-masing, seperti joging sendiri. Cara ini diakui keduanya lebih mampu meredakan masalah daripada adu mulut saat tensi mulai meninggi.
Menurut Gottman, tipe pasangan pertama menekankan komunikasi dan kompromi dalam pernikahannya. Hubungan pernikahan seperti ini paling ideal dibandingkan kedua tipe lainnya, meskipun semua tipe tadi tetap berhasil mempertahankan hubungan pernikahan yang sehat. Idealitas dalam hubungan pernikahan terbangun dengan kemampuan mengontrol diri. Artinya, meski pasangan terlibat dalam pembicaraan serius, keduanya tetap mampu mengontrol diri.
Bersikap tenang, saling mendengar dan memahami emosi pasangan, menjadi kunci sukses hubungan pernikahan yang sehat. Cara ini bisa mengurangi perdebatan dan pertengkaran antara suami-istri.
Sumber: psychologytoday
Kamis, 12 Mei 2011 -
artikel,
lifestyle,
pernikahan
0
komentar
Tipe Pernikahan yang Bahagia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar